SUNDAY SERVICE: 9:30AM English; 11:00AM Indonesian

Susah Payah Menolong Orang Susah

Kalau Anda melihat seseorang yang sedang membutuhkan, apakah Anda melihat dia sebagai sebuah target untuk dimanfaatkan, sebuah masalah untuk dihindari, sebuah dilema untuk didiskusikan, sebuah masalah untuk didoakan, sebuah proyek untuk dikerjakan, atau seorang pribadi untuk ditolong?

Menolong sesama adalah hal yang mudah. Tetapi menolong sesama yang kita tidak sukai, dengan seluruh kemampuan kita, dengan hati yang tulus tanpa pamrih, dan persis saat kita sendiri sedang bermasalah adalah hal yang sangat amat sulit.

Anda tahu bahwa orang Kristen bila otot-otot iman Anda terlatih untuk ringan tangan menolong orang lain. Namun kalau kita jujur, ada batasan-batasan yang kita biasa terapkan. Kita menolong orang-orang tertentu yang sama dengan kita. Sama status sosial, sama suku, sama ras, sama agama, sama hobi. Kita menolak menolong orang yang menyebalkan.

Kita juga menolong orang ala kadarnya. Yang bermasalah kita doakan, yang bingung kita jelaskan, yang konflik kita damaikan - semua OK asal tidak membuat kita sendiri kerepotan. Kita menolong hanya dari kelebihan kita. Kita tidak menolong sampai kita sendiri berkekurangan - kurang waktu, kurang tenaga, kurang uang.

Itulah yang Yesus coba sampaikan lewat perumpamaan orang Samaria yang baik hati. Dengan jenius Yesus menaruh dalam perumpamaan tersebut orang Yahudi, kelompok superior, sebagai korban. Sementara orang Samaria, kelompok inferior yang seringkali menjadi korban bully karena mereka dianggap tidak semurni orang Yahudi, menjadi penolong. Orang Yahudi, si korban, karena terpaksa harus bersedia menerima pertolongan orang Samaria.

Yang Yesus hendak katakan adalah ini. Kita mengasihi diri kita sendiri 100%, mengasihi orang lain 10% atau 33.3%. Untuk dapat mengasihi orang lain sama seperti mengasihi diri kita sendiri, kita perlu lebih dari sekadar 'rasa bersalah' atau 'moralitas agama', karena keduanya tidak akan pernah memampukan kita mengasihi orang lain 100%. Kita butuh Tuhan Yesus, Orang Samaria yang Sejati, yang telah mengasihi kita 100% saat Ia menyerahkan nyawa-Nya bagi kita.

Kitalah 'orang Yahudi' yang merasa diri superior, independen, mampu. Kita merasa tidak butuh Yesus. Kita cuek terhadap Dia, menolak Dia, memusuhi Dia. Tentu, kita tidak mengakui kebencian kita terhadap Yesus. Tapi saat kita hidup untuk diri kita sendiri, tidak peduli Yesus dan sesama kita, kita sedang aktif memusuhi Yesus yang amat jelas berkata, "Kasihilah Tuhan Allahmu... kasihilah sesamamu manusia".

Namun meski Yesus tahu bahwa membenci-Nya, belas kasih menggerakan-Nya untuk menolong kita. Karena belas kasih tersebut datang dari dalam diri-Nya, bukan karena kita. Sama seperti orang Samaria dalam perumpamaan tersebut, Yesus membalut luka-luka dosa kita, membayar seluruh hutang dosa kita di atas salib, bahkan menjadi Kakak Sulung rohani kita, membagi seluruh warisan-Nya dengan kita, dan menyertai kita selamanya.

Yesus tidak berhitung untung-rugi saat menolong kita, Ia bersusah payah menolong kita yang tidak sadar kepayahan dibelenggu dosa. Semakin kita memahami ini, semakin kita dimampukan untuk berlaku serupa. Bersusah payah menolong orang yang susah.