SUNDAY SERVICE: 9:30AM English; 11:00AM Indonesian

Gereja sebagai ‘Media Sosial’nya Tuhan

Mark Dever menyebut gereja sebagai tempat dimana terjadi penginjilan melalui penampilan / display evangelism. Tentu penampilan di sini bukan berarti pencitraan untuk hanya sekedar pamer. Yang dimaksud adalah kehadiran gereja seharusnya merefleksikan karakter serta kemuliaan Tuhan yang mereka sembah. Hal ini tidak dilihat dari bentuk gedungnya, kepiawaian para pemusiknya atau bahkan pamor para pengkhotbahnya. Yakobus menyoroti satu aspek yang penting di seluruh Perjanjian Baru, yaitu bagaimana kita saling memperlakukan satu sama lain.

Interaksi serta bagaimana kita melayani satu sama lain di gereja menunjukkan seberapa berharganya kemuliaan Allah bagi kita. Dalam Yakobus 2:1-13, setidaknya ada tiga dimensi yang perlu kita perhatikan.

  1. Bagaimana kita memperlakukan satu sama lain menunjukkan seberapa berharganya karakter Allah bagi kita (2:1-4)

    Waktu kita memperlakukan orang berbeda hanya berdasarkan penampilan atau hal yang kita kagumi dari orang tersebut, kita sebetulnya sudah menjadi ‘hakim dengan pikiran yang jahat’ (2:4). Dengan bersikap pilih kasih, kita lalai untuk menunjukkan karakter Kristus yang penuh belas kasihan. Sifat dasar Allah adalah menunjukkan kasih dan belas kasihan-Nya pada mereka yang cenderung tidak dianggap dari sudut pandang manusia. Jadi kalau anda pilih-pilih dalam memperlakukan orang lain, itu menunjukkan bahwa anda tidak menghargai luhurnya karakter Allah.
  2. Bagaimana kita memperlakukan satu sama lain menunjukkan seberapa berharganya keselamatan Allah bagi kita (2:5-7)

    Yakobus kemudian mengaitkan karakter Allah dengan keselamatan-Nya. Ia tidak mengatakan bahwa hanya orang miskin yang diselamatkan. Tetapi khususnya dalam konteks gereja mula-mula, keadaan mereka yang rapuh dan rentan justru membuat mereka sadar bahwa satu-satunya pertolongan hanya ada di dalam Tuhan. Kemiskinan dan keterbatasan cenderung membuat kita lebih peka akan kebutuhan kita yang sesungguhnya. Semakin lama kita mengenal Tuhan kita seharusnya semakin menyadari ketidaklayakan kita dan semakin menghargai keselamatan-Nya. Dan waktu kita melihat sesama kita di dalam gereja, kita seharusnya menyadari bahwa mereka pun adalah orang-orang yang sudah menerima anugerah keselamatan yang sama. Itulah yang seharusnya menjadi dasar perlakuan kita terhadap mereka.
  3. Bagaimana kita memperlakukan satu sama lain menunjukkan seberapa berharganya hukum Allah bagi kita (2:8-13)

    Tuhan Allah sendiri tidak pandang bulu dalam menetapkan hukum-Nya. Dari sudut pandang keadilan, tidak seorang pun dapat luput dari penghakiman Allah. Ia tidak mentoleransi pelanggaran sekecil apa pun. Itu sebabnya yang kita butuhkan dari Allah adalah belaskasihan-Nya (2:13). Puji Tuhan di dalam Kristus itulah yang kita terima. Ia sudah menanggung penghakiman yang layak kita terima, sehingga kita bisa menerima belas kasihan yang tidak layak kita terima.  Ini bukan berarti setelah itu kita seolah-olah bebas untuk hidup seenaknya. Justru sebagai orang yang berhutang para anugerah Allah, kita seharusnya semakin menghargai kekudusan hukum-hukum-Nya. Perlakuan dan kasih kita terhadap orang lain seharusnya menjadi semakin dalam dan penuh belas kasihan.

Ini adalah tantangan bagi setiap anggota gereja. Seperti media sosial yang sering menjadi refleksi hal-hal yang penting bagi seseorang, gereja seharusnya merefleksikan apa yang penting bagi Allah. Dan yang terpenting bagi Allah adalah kemuliaan-Nya sendiri. Gereja adalah media sosialnya Tuhan. Apakah kita menampilkan kemuliaan Tuhan dalam interaksi kita satu dengan yang lain?