SUNDAY SERVICE: 9:30AM English; 11:00AM Indonesian

Mat 5:8-12 "Teamwork Lintas Waktu dan Generasi"

Matius 5:8-12
(8) Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah. (9) Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah. (10) Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. (11) Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. (12) Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.

Anda mungkin pernah menyaksikan perlombaan lari estafet. Ini merupakan salah satu cabang olahraga atletik yang dimainkan secara teamwork, bukan individual. Tim yang terdiri dari empat pelari dimana setiap pelari mengoper tongkat estafet ke pelari berikutnya sampai pelari terakhir mencapai garis finish. Dalam artian tertentu, sejarah umat Tuhan adalah semacam perlombaan lari estafet dimana setiap anggotanya berperan untuk mengoper iman mereka ke generasi berikutnya.

Orang Yahudi dan para pemimpin agama saat itu sangat meyakini bahwa merekalah yang bertugas mengoperkan iman percaya yang mereka terima dari para nabi Israel. Lalu datang Yesus, yang pada dasarnya mengatakan bahwa mereka semua didiskualifikasi dari perlombaan karena mereka mengoperkan tongkat estafet yang tidak sah di mata Tuhan. Keseluruhan khotbah di Bukit dapat dilihat sebagai blueprint bagi pengikut Yesus untuk tahu bagaimana mereka bisa tetap ikut berada teamwork lomba lari lintas waktu dan generasi ini.

Pengikut Yesus memusatkan dedikasi mereka kepada Yesus (5:8). Sama seperti seorang pelari estafet harus memfokuskan seluruh tenaga dan pandangannya ke pelari berikutnya atau ke garis finish, demikian juga mereka yang telah memulai hidup Kristen harus memfokuskan tenaga dan pandangan mereka kepada Yesus. Ini yang dimaksud Yesus waktu Ia berbicara tentang kesucian hati. Kesucian hati bukan sekedar berbicara tentang hati yang bersih dari dosa, tetapi lebih tepat lagi hati yang bulat dalam dedikasinya kepada satu hal.

Kesucian hati bukan saja mengatakan Tuhan itu penting dalam hidupku. Saya rasa kebanyakan orang Kristen setuju dengan pernyataan ini. Bukankah aneh kalau ada orang Kristen yang bilang Tuhan itu ngga penting dalam hidupnya? Kesucian hati adalah kuatnya fokus kita pada kemuliaan Kristus sehingga hal-hal yang lain di dalam hidup tidak lagi penting. Setiap kali kita jatuh dan gagal dalam perlombaan adalah setiap saat dimana fokus hidup kita beralih dari Yesus kepada ribuan hal lain yang lebih memikat pandangan serta perhatian kita.

Waktu kita memfokuskan seluruh perhatian, dedikasi, dan cinta kita kepada Yesus, barulah kita bisa memahami apa yang Charles Simeon katakan: "Menikmati Tuhan dalam segala sesuatu, dan menikmati segala sesuatu di dalam Tuhan." Disitulah Yesus berkata kepada kita, "Berbahagialah kamu!"

Pengikut Yesus membagikan damai yang mereka terima dari Yesus (5:9). Kata 'damai' di Perjanjian Lama adalah kata shalom yang kebanyakan kita kenal. Shalom di Alkitab adalah damai yang komplit, lengkap, harmonis, utuh antara Tuhan dengan ciptaan-Nya, antara sesama manusia, bahkan antara manusia dengan seluruh alam raya. Damai itulah yang Tuhan Allah kerjakan melalui kematian dan kebangkitan Yesus. Perhatikan apa yang Rasul Paulus katakan:

Oleh Yesuslah Allah memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus. (Kolose 1:20)

Damai yang kita terima dari Yesus, bukan saja bersifat relasi personal (antara kita dengan Dia) tetapi juga relasi misional (antara kita dengan orang lain). Setiap anak-anak Tuhan ikut ambil bagian berkontribusi dalam keselamatan orang lain. Yang paling mendasar adalah hidup selaras dengan kebenaran Injil dan menolong orang lain dengan berbagai cara untuk mengenal Yesus, misalnya dengan mengajak, berdoa, membagikan renungan, ikut kebaktian, bantuan finansial, dan lain sebagainya.

Mungkin salah satu tantangan terbesar gereja hari ini adalah menjadi pembawa damai di dalam gereja sendiri. Sangat menyedihkan justru kebanyakan gereja yang kuat dalam pengajaran, seringkali adalah gereja yang lemah dalam hidup damai satu sama lain. Gereja-gereja di abad pertama pun tidak imun dari kepahitan, perselisihan, bahkan perpecahan di antara jemaat. Hampir setiap surat di Perjanjian Baru setidaknya membahas satu aspek kehidupan gereja dimana anggotanya gagal atau lalai hidup damai satu sama lain. Tidak heran salah satu kalimat pertama yang Yesus ucapkan kepada murid-murid-Nya setelah Ia bangkit dari kematian adalah, "Peace be with you / Damai sejahtera bagi kamu!" (Yoh 20: 19). Ia tahu benar bahkan orang-orang yang paling dekat dengan-Nya pun perlu diingatkan untuk hidup damai satu sama lain. Terlebih lagi kita hari ini!

Waktu kita aktif menjadi pembawa damai Yesus di dalam setiap relasi hidup kita, termasuk saat kita tidak merasa damai sekali pun, disitulah Yesus berkata kepada kita, "Berbahagialah kamu!"

Pengikut Yesus mengikuti derita yang sama seperti Yesus (5:10-12). Salah satu ketakutan terbesar dalam membagikan Injil atau menghidupi iman Kristen di depan orang lain adalah takut ditolak atau takut ditekan. Di satu pihak ketakutan ini wajar, dan kita perlu bijaksana juga jangan asal melabeli segala bentuk penolakan sebagai penindasan karena iman kita. Tapi di pihak lain ketakutan ini tidak wajar. Yesus sendiri mengingatkan murid-murid-Nya, "Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu" (Yoh 15:18). Ketakutan ini tidak wajar kalau kita menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak seharusnya terjadi.

Beberapa tahun yang lalu saya mengenal seorang supir gereja yang bertobat dan menjadi pengikut Kristus yang sungguh-sungguh. Ironisnya, setelah ia menjadi Kristen, justru ia malah dijauhi oleh supir-supir lainnya yang sudah Kristen duluan atau bahkan datang dari keluarga Kristen. Rupanya kesungguhan dan keseriusan imannya membuat dia bekerja lebih keras, lebih tidak hitung-hitungan, dan lebih jujur daripada supir-supir "Kristen" yang lainnya!

Di ucapan berbahagia yang terakhir ini Yesus kembali menekankan bahwa, sama seperti ucapan yang pertama, orang-orang yang rela menderita demi Dia adalah mereka yang memiliki kerajaan Surga. Yesus juga menekankan, bahwa mereka inilah penerus tongkat estafet sejati yang dari para nabi di Perjanjian Lama.

Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu. (Matius 5:12)

Waktu kita lebih memilih diejek dan menderita akibat iman kita kepada Yesus, disitulah Ia berkata kepada kita, "Berbahagialah kamu!"

Orang-orang Yahudi, khususnya para ahli Taurat dan orang-orang Farisi, mengira bahwa merekalah penerus ajaran para nabi dan berhak menjadi pewaris kerajaan Allah. Mereka mengira dengan sekedar memelihara adat istiadat manusia, tradisi keagamaan, dan menyandang titel sebagai "keturunan Abraham", semuanya itu membuktikan kualifikasi mereka sebagai warga negara kerajaan Surga. Sepintas lalu, kualifikasi mereka begitu mengagumkan. Ironisnya mereka jugalah yang Yesus kecam sebagai penyiksa dan pembunuh para nabi (Mat 23:29-31). Para pemimpin agama Yahudi tidak qualified karena mereka menolak Yesus, sama seperti para leluhur mereka menolak para nabi. Delapan ucapan bahagia di pembukaan Khotbah di Bukit mengajak setiap pengikut Yesus untuk memeriksa pondasi dan hidup mereka selama ini. Yesus di sini menarik garis pemisah: either you are for Me, or against me. Kita berada di pihak Dia, atau melawan Dia.

Khotbah di Bukit adalah manifesto gereja secara komunal. Mengabarkan Injil, menjadi murid Kristus, melayani satu sama lain, semuanya adalah proyek bersama. Sepanjang sejarah, melintasi waktu dan generasi, Tuhan Allah terus memanggil orang-orang untuk ikut bagian dalam teamwork-Nya Yesus. Mari kita pastikan bahwa kita ada di perlombaan estafet yang benar dan hidup sedemikian rupa sehingga kita qualified untuk mengoperkan iman kita ke generasi berikutnya.

DOA
Tuhan Yesus, terimakasih karena Engkau telah menyucikan hati kami melalui darah-Mu, sehingga sewaktu kami mengenal Engkau kami juga mengenal Allah Bapa yang mengutus Engkau bagi kami.

Ampuni kami kalau kami sering lupa bahwa darah yang sama jugalah menjadi modal damai kami dengan orang lain. Seringkali kami hanya mau damai dengan mereka yang sepikiran dengan kami, satu budaya, satu gaya musik, satu denominasi gereja, dan begitu orang lain sedikit berbeda atau berseberangan dengan kami, maka kami jauh lebih siap untuk berselisih dan memecahkan diri, daripada menjadi pembawa damai-Mu.

Bapa, tolong beri kami kekuatan untuk rela menderita bagi-Mu waktu kami berusaha menghidupi identitas kami sebagai anak-anak-Mu. Kami sadar seringkali artinya bukan saja kami menjadi musuh bagi dunia tetapi juga musuh bagi orang-orang Kristen yang duniawi.

Di dalam nama Yesus, kami berdoa bagi anugerah-Mu atas gereja-Mu. Amin.

Leave a Comment

Comments for this post have been disabled.