SUNDAY SERVICE: 9:30AM English; 11:00AM Indonesian

Melarutkan Kegalauan

Sebab itu, baiklah kita waspada, supaya jangan ada seorang di antara kamu yang dianggap ketinggalan, sekalipun janji akan masuk ke dalam perhentian-Nya masih berlaku. Karena kepada kita diberitakan juga kabar kesukaan sama seperti kepada mereka, tetapi firman pemberitaan itu tidak berguna bagi mereka, karena tidak bertumbuh bersama-sama oleh iman dengan mereka yang mendengarnya. (Heb 4:1-2)

Kata 'galau' yang belakangan ini populer kerap kali diasosiasikan dengan keadaan resah, sedih, berkecamuk dan kacau. Mungkin kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, istilah yang terdekat adalah 'restless' - suatu keadaan tanpa rest, tanpa istirahat. Tanpa perhentian.

Sad_ManKeadaan tanpa perhentian ini kerap menyebabkan hal-hal seperti kemarahan yang meluap, ucapan kasar, kepahitan, ketidakmampuan untuk memaafkan, iri hati, serta perasaan bersalah yang berlebihan. Ada sesuatu yang mengusik hati kita sedemikian rupa sehingga kita melompat dari keresahan satu kepada keresahan yang lain. Di saat seperti inilah kita mungkin berpikir: kalau begini caranya aku menghadapi hidup, apa gunanya menjadi orang Kristen?

Penulis surat Ibrani menghadapi orang-orang Kristen yang menanyakan pertanyaan yang serupa. Mereka tengah menghadapi berbagai ujian hidup, yang membuat mereka restless berkelanjutan. Kegalauan yang tak mengenal istirahat.

Di saat seperti itulah surat Ibrani memberikan kita peringatan: waspadalah. Waspadalah supaya jangan kamu ketinggalan masuk ke tempat perhentian / rest -nya Tuhan. Ia membandingkan kita dengan orang Israel di padang gurun. Bangsa Israel, yang walaupun menyandang label sebagai umat Tuhan tetapi tidak semuanya akhirnya masuk ke tanah perjanjian. Padahal mereka dipimpin oleh dua pemimpin besar di Perjanjian Lama, Musa dan Yosua. Padahal mereka adalah penerima pertama hukum Tuhan. Padahal mereka mendengar sendiri janji Tuhan akan tanah perjanjian. Tetapi mengapa mereka gagal masuk ke tanah perjanjian?

Kegagalan mereka dikarenakan apa yang mereka dengarkan tidak bertumbuh bersama-sama dengan iman. Kata lain yang dipakai untuk 'bertumbuh bersama-sama' adalah 'bercampur'. Kita bisa meletakkan secangkir air panas dan satu sachet kopi instan bersebelahan, tetapi kalau tidak ada proses pencampuran maka tidak akan ada segelas kopi panas untuk dinikmati.

Pencampuran berarti kerelaan membenamkan seluruh pikiran, perkataan, perbuatan bahkan hidup kita pada berita Injil yang kita dengar. Sama seperti bubuk kopi yang larut tanpa bekas di dalam air panas, demikian juga seluruh hidup kita seharusnya disorot oleh berita Injil.

Dengan kata lain penulis Ibrani mau mengatakan bahwa keresahan kita - our restlessness - diakibatkan karena kita tidak membiarkan Injil Kristus larut ke dalam setiap aspek hidup kita. Kita mau Injil Kristus hanya sebagai tiket masuk surga, tetapi bukan sebagai satu-satunya panduan dalam perjalanan kita menuju surga. Kita mau membagikan Injil Kristus di dalam persekutuan, kelompok kecil dan pelayanan, tetapi kita lalai menghidupi Injil Kristus di rumah, tempat kuliah dan tempat kerja. Kita mau Injil Kristus menutupi dosa kita, tetapi kita tidak membiarkan Injil Kristus menelaah isi hati kita.

Bagaimana kita bisa membiarkan Injil Kristus larut dalam setiap aspek hidup kita? John Owen seorang tokoh Puritan menanyakan dua pertanyaan untuk direnungkan:

  • Apakah aku takut akan Tuhan, khususnya peringatan-Nya atas dosa dan ketidakpercayaanku? (Baca kembali 10 hukum Tuhan dan Kotbah di Bukit di Matius 5-7, untuk mengingatkan kita)
  • Apakah aku mengasihi Tuhan dan janji akan istirahat kekal yang Ia berikan melalui Injil Kristus? (Baca kembali Markus 10:45; Rom 5:8; Rom 6:23; Rom 8:1; Rom 8:32; 2 Kor 5:21; 2 Kor 8:9; 1 Tim 1:15; 1 Yoh 4:10; Why 5:9*)
* Ayat2 diambil dari artikel 'Ten Gospel Verses to Keep Warm'