SUNDAY SERVICE: 9:30AM English; 11:00AM Indonesian

Memutus Siklus Kemarahan

Tidak mudah untuk mempunyai hubungan yang baik dengan semua orang. Salah satu alasan utamanya adalah karena kita sendiri tidak mempunyai kasih dari Allah. Padahal, sebagai orang-orang yang telah menerima Kristus, kita mempunyai bekal untuk memutus siklus kemarahan di dalam hidup kita, serta membawa kasih dan belas kasihan pada orang lain.

Kemarahan atau kebencian terhadap orang lain muncul karena kita biasanya takut terhadap sesuatu atau seseorang yang berbeda dari kita. Kita lebih mudah mencintai mereka yang masuk ke dalam lingkaran kita, dan lebih mudah membenci mereka yang di luar. Walaupun begitu kasih dan belas kasihan adalah sesuatu yang dapat kita pelajari.

Dalam Matius 5:21-26, Yesus berbicara dengan serius tentang kemarahan. Ia menempatkannya dalam kategori yang sama dengan pembunuhan. Kemarahan dalam konteks ini adalah kemarahan yang terus menerus dan terakumulasi terhadap sesuatu atau seseorang. Kemarahan ini kemudian seringkali kita ekspresikan dengan menghina nama serta reputasi seseorang, atau menyepelekan nilai dirinya. Dengan kata lain ekspresi kemarahan kita bukan saja menghina orang tersebut tetapi juga menghina Tuhan pencipta mereka. Ini adalah siklus yang hanya bertambah buruk dengan berjalannya waktu. Begitu juga dengan konsekuensinya, yaitu “neraka yang menyala-nyala” (Mat 5:22). Siklus kemarahan kita adalah persoalan yang serius, dan kita harus belajar untuk menghadapinya.

Yesus menyoroti isu kemarahan ini karena Ia memanggil kita untuk menghidupi nilai-nilai kerajaan Allah di dunia ini. Di dalam urutan prioritas Yesus, ketaatan kita pada perintah-Nya jauh lebih penting daripada ketekunan kita beribadah. Itu sebabnya Ia memberikan aplikasi yang kemungkinan besar membuat kaget para pendengar-Nya (dan semoga kita juga hari ini!) “Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu.” (Mat 5:23-24). Di mata Tuhan tidak ada gunanya kita melakukan aktivitas rohani kita kalau hati kita tidak mau mentaati perkataan-perkataan-Nya.

Dalam hal kemarahan, Yesus memanggil kita untuk menjadi inisiator pendamaian. Kitalah yang seharusnya mengambil langkah pertama untuk berdamai dengan orang lain. Inilah artinya hidup di dalam kerajaan-Nya. 

Sebagai pengikut Kristus, kita dibekali oleh Allah untuk memutus siklus kemarahan di dalam diri dan sekitar kita. Kita semua punya pilihan untuk membenci atau merangkul orang lain. Kita harus peka untuk menilai apakah kita sendiri punya kontribusi dalam masalah kita dengan mereka. Kita juga perlu belajar untuk menunjukkan kasih dan belas kasihan, bukan saja kepada mereka yang berada di dalam lingkaran kita tetapi juga mereka yang ada di luar.

 

Tulisan ini merupakan rangkuman dari khotbah Pdt Dr Martus Maleachi “Turn Back Hatred”.