SUNDAY SERVICE: 9:30AM English; 11:00AM Indonesian

Mengapa Anda Bekerja?

Kita memakai 8 jam per hari atau 1/3 dari hidup keseharian kita untuk bekerja. Itu sebab Allah pasti peduli dengan pekerjaan kita. Apalagi dalam konteks itulah kita menyatakan apakah kita sungguh-sungguh menyembah Allah atau berhala. Mari kita melihat 6 pandangan umum yang dimiliki orang Kristen tentang kerja.

Kerja sebagai Survival
Bekerja sebagai keharusan untuk menyambung hidup, agar asap di dapur tetap mengepul. “Yah, apa mau dikata, emang harus kerja!” Bekerja dengan usaha sesedikit mungkin, untuk dapat meraup hasil sebesar mungkin, sehingga mampu pensiun secepat mungkin, dan tidak perlu kerja lagi. Jika orang ini menang undian 1 juta dolar, ia akan langsung menyerahkan surat pengunduran diri ke bosnya dan pergi bertamasya seumur hidupnya.

Kerja sebagai Aktualisasi
Dunia modern menaruh kerja sebagai salah satu sumber penentu status dan harga diri. Kerja adalah soal karir, dari satu posisi ke posisi yang lebih tinggi. Pertanyaan yang paling penting adalah: “Pekerjaan apa yang aku sukai, yang mendatangkan uang banyak, yang paling bergengsi untuk meningkatkan status sosial, pengakuan publik, dan pujian orang?” Kita berpikir bahwa uang banyak memampukan kita untuk persembahan besar ke gereja – itu saja kaitan antara iman dan kerja.

Kerja sebagai Platform
Kerja hanya menjadi ‘mimbar’ kita untuk (a) menginjili rekan kerja di kantor sehingga mereka mengenal Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, (b) membuka persekutuan di kantor, atau (c) menunjukkan sikap-sikap Kristiani kepada atasan, kolega, bawahan, dan klien kita. Tapi pekerjaan kita sendiri bukanlah pelayanan. Dengan kata lain, kerja adalah sebuah kamuflase untuk melancarkan secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan strategi penginjilan kita. Memang, penginjilan itu sesuatu yang agung, penting, dan perlu dilakukan oleh setiap orang yang mengasihi Allah. Namun, penginjilan bukanlah satu-satunya prioritas hidup kita.

Kerja sebagai Provisi
Rasul Paulus menulis bahwa bekerja perlu untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, karena “jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan” (2 Tes 3:10). Dalam bagian lain, Rasul Paulus menegaskan bahwa mereka yang tidak bekerja berperilaku lebih buruk daripada orang yang tidak percaya Tuhan, karena orang ateis saja tahu bahwa ia harus mencari nafkah bagi keluarganya (1 Tim 5:8). Allah memelihara kita dan keluarga kita dengan memberkati hasil jerih lelah kerja kita.

Kerja sebagai Vokasi
Kita bekerja bukan melulu untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarga kita sendiri, tetapi juga untuk mengasihi orang lain, sebagaimana Allah. Allah menyatakan diri dalam berbagai profesi, misal sebagai Gembala (Mzm 23), Penjunan (Yer 18), Arsitek (Ams 8:27-31), Penenun (Mzm 139:13-16), Petani (Kej 2:8-9), Musisi/Seniman (Ul 31:19, Zef 3:14, 17), dan banyak lainnya. Dalam profesi kita masing-masing, saya percaya ada banyak elemen pekerjaan kita yang sama atau mirip dengan elemen pekerjaan Allah, yaitu dalam mencipta, memproduksi, memelihara, mengelola, mengatur, dan seterusnya. Jika kita ingin hidup efektif menggenapi panggilan Allah, kita perlu memikirkan jenis pekerjaan yang memaksimalkan talenta dan kapasitas yang diberikan oleh Allah.

Kerja sebagai Misi
Bukan hanya ‘hasil’ pekerjaan kita yang menjadi pelayanan kita; tapi pekerjaan kita sendiri juga. Karena hidup yang kita miliki bukanlah milik kita sendiri, kita perlu serius menggumuli bagaimana menghadirkan shalom Allah yang sejati di tempat kerja. Sebagai garam dan terang, kita mencegah kebusukan praktek kerja dan menerangi area-area yang gelap yang penuh korupsi, kolusi, nepotisme, rasisme, diskriminasi, dst. Kita menebus budaya tempat kita kerja, bahkan membentuk budaya kerja dimana kasih, sukacita, kebaikan, damai sejahtera, kebenaran, dan keadilan menjadi norma.

Hari ini bagaimana Anda melihat kerja?