SUNDAY SERVICE: 9:30AM English; 11:00AM Indonesian

Menjumpai Allah di Kedalaman

Banyak manusia yang menjalani hidup dengan filosofi hidup Panadol. Meredakan rasa sakit secepat dan se-efektif mungkin.

Tentu hal tersebut wajar kalau itu terkait dengan rasa sakit yang ada di tubuh kita (kepala, gigi, dan seterusnya). Namun kita cenderung mengaplikasikan itu pada seluruh area hidup kita. 

Kita melakukan berbagai cara untuk meminimalisasi, bahkan meniadakan, rasa sakit, kecewa, dan kehilangan. Itu sebab kita enggan mengambil resiko. Kita menolak berelasi secara mendalam dengan orang lain karena takut terluka karena kehilangan orang tersebut atau dilukai orang tersebut.

Tak heran, mayoritas relasi kita dengan orang lain hanya sebatas basa-basi. Sementara hati kita terjaga ketat oleh bangunan tembok ego. Tak terlukai. Tak tersentuh. Tak berubah. Dan akhirnya, membatu.

Alergi kita terhadap pengalaman kehilangan membuat kita tak pernah mengalami Allah secara mendalam. Padahal Allah selalu ingin menemui kita dimana kita berada, khususnya saat kita mengalami keterhilangan.

Saat kita terpuruk di kedalaman kesedihan kita, disanalah Allah. Menjumpai Allah dalam kedalamanNya adalah pengalaman yang berbeda. Mengagumkan. Misterius. Menakutkan. Memuaskan. Disana tak lagi jawaban atau solusi yang kita butuhkan Tetapi keterhilangan kita disambut dan digantikan dengan kehadiran Allah sendiri yang menghibur, menyembuhkan, dan memuaskan.

Itulah ‘deep calls to deep’. Kedalaman memanggil kepada kedalaman.

Spurgeon pernah menulis bahwa jika kesedihan kita dangkal, kasih karunia yang kita terima juga dangkal. Namun bila kesedihan kita mendalam, kita akan mengalami kedalaman kasih dan kesetiaan Allah. Proporsional.

 “Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku?”, teriak pemazmur. Dan tidak ada yang tahu jawabannya. Bahkan si pemazmur sendiri. Namun dalam kepedihan tersebut, ia menjumpai Allah dalam kedalamanNya.

Salib adalah bukti kedalaman Allah tersebut. Kedalaman bijaksana, kasih, kemurahan, anugerah Allah untuk menghukum dosa tanpa membinasakan manusia berdosa. Salib adalah bukti bahwa Ia tidak absen dalam hidup kita. Ia bersama dengan kita. Ia mengalami secara kosmik apa yang kita alami secara pribadi.

Kesedihan kita dalam. Namun kedalaman Allah lebih dalam dari kedalaman kesedihan kita.

Mari kita tidak meratapi keterhilangan kita seperti orang yang tidak memiliki pengharapan (‘mourns without hope’). Tetapi justru karena pengharapan yang kokoh di dalam Allah, kita dapat meratap kepadaNya dengan terbuka dan apa adanya (‘hope that mourns’).