SUNDAY SERVICE: 9:30AM English; 11:00AM Indonesian

Spiritualitas Mengingat

Gagal ingat. Demikianlah diagnosa Allah terhadap umat pilihan-Nya (Nehemia 9:17-18). Gagal ingat bagai penyakit rohani kronis bangsa Israel. Mereka gagal ingat siapa Allah dan segala hal yang ajaib yang Ia lakukan dalam hidup mereka secara kolektif melalui Abraham, Musa, dan seterusnya. Prosesnya kira-kira seperti berikut.

Ketika bangsa berleher tegang ini mengalami pikun spiritual, ingatan mereka mendadak berubah, diganti dengan ingatan lain yang mereka pilih untuk ingat. Salah satu dari banyak contoh kasus muncul di kitab Bilangan. Mereka sebel karena merasa eneg setelah makan manna setiap hari, salah satu bukti bahwa mereka memang tukang complaint:

“Siapakah yang akan memberi kita makan daging? Kita teringat kepada ikan yang kita makan di Mesir dengan tidak bayar apa-apa, kepada mentimun dan semangka, bawang prei, bawang merah dan bawang putih. Tetapi sekarang kita kurus kering, tidak ada sesuatu apapun, kecuali manna ini saja yang kita lihat" (Bil 11:4-6).

Software memori mereka terkena serangan virus. Dan mendadak mereka mengingat Mesir bukan sebagai penjara dimana mereka diperbudak dan diperalat oleh Firaun, tetapi sebagai negeri dambaan yang berlimpah ikan dan semangka!

Simak betapa beda ingatan yang Allah ingin mereka selalu camkan: “Haruslah kauingat, bahwa engkaupun dahulu budak di tanah Mesir dan engkau ditebus TUHAN, Allahmu” (Ul 15:15).

Yang menarik, gejala penyakit ini kumat muncul saat mereka sedang mengalami krisis. Memang apa yang kita ingat akan mencuat ke permukaan saat kita ada dalam dua macam situasi: Krisis atau nyaman. Bukan saat ibadah di gereja. Di gereja, kita ingat dan diingatkan tentang Allah yang baik dan berdaulat. Kita menyanyi, kita mengikrarkan pengakuan iman, dan lain sebagainya. Namun belum tentu itu meresap masuk ke long-term memory kita.

Saat krisis mengalami kekurangan, kita mengeluh kepada Allah, menjadi mudah tersinggung dan sewot, seakan-akan Allah tidak lagi peduli dan berkuasa memelihara hidup kita. Saat nyaman mengalami kelebihan, kita lupa akan Allah, hanyut menikmati berkat-berkat-Nya dan cuek terhadap sang Pemberi berkat. Momen-momen itulah yang lebih akurat memberitahu kita apa yang mendominasi ruang-ruang memori kita.

Karena memori begitu penting, kita paham sekarang mengapa Allah berulang-kali memerintahkan bangsa Israel untuk mengingat. “Ingatlah hal-hal yang dahulu dari sejak purbakala, bahwasanya Akulah Allah dan tidak ada yang lain, Akulah Allah dan tidak ada yang seperti Aku” (Isaiah 46:8-10). Mereka perlu mengingat hari Paskah: “Hari ini akan menjadi hari peringatan bagimu. Kamu harus merayakannya sebagai hari raya bagi TUHAN turun-temurun. Kamu harus merayakannya sebagai ketetapan untuk selamanya” (Kel 12:14). Dan mengajar anak cucu mereka untuk ingat “Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu (Ul 6:8-9).

Yesus Kristus pun mengajarkan pentingnya mengingat hal utama yang harus kita ingat. Di perjamuan malam sebelum Ia naik ke kayu salib untuk menebus dosa dunia, Ia berkata "Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku." (Luka2 22:19). Dengan kata lain, setiap kali kita berbagian dalam perjamuan kudus, kita perlu menancapkan lebih dalam kemuliaan salib Kristus dalam memori kita. Salib Kristus perlu menempati tempat utama dalam memori kita sehingga kenyamanan kita tidak membuat kita lupa akan Kristus dan krisis hidup kita tidak membuat kita mengutuki Dia.