SUNDAY SERVICE: 9:30AM English; 11:00AM Indonesian

Leaders as Scums

June 20, 2010 Speaker: Prof Sen Sendjaya Series: 1 Corinthians : Redeeming God's Wonderful Mess

Topic: Sunday Sermon / Kotbah Minggu Passage: 1 Corinthians 4:6–4:21

Leaders as Scums and Fathers (1 Kor 4 : 6 – 21 )  
Kotbah: Dr. Sen Sendjaya

Dunia menggambarkan seorang pemimpin dengan segala semarak dan keagunganya, layaknya seorang jendral yang menang perang. Namun, tidaklah demikian gambaran seorang pemimpin Kristen dalam 1 Kor 4: 6-21. Pemimpin Kristen justru digambarkan dengan begitu mengenaskan, bagai tawanan perang yang diarak menuju collesseum untuk mati (ayat 9 NIV). 

 

Dalam perikop ini Paulus menyampaikan esensi seorang pemimpin Kristen sejati. Pemimpin Kristen merupakan pemberi teladan dalam menderita bagaikan sampah dunia dan dalam mendidik bagai seorang ayah terhadap anaknya.

 

Tetapi mengapa dalam perikop ini Paulus terkesan begitu terbuka menghardik jemaat Korintus? Karena, konteks jemaat korintus adalah jemaat yang sombong. Hal ini didasari pada pemahaman teologia yang keliru bahwa mereka bebas berbuat sesuka hati karena telah dimerdekakan Kristus (over-realised escathology). Sehingga, timbul berbagai perbuatan dosa seperti orang yang hidup dengan istri ayahnya (1 Kor 5:1). Akan tetapi konsep yang benar adalah ‘already but not yet’. Artinya, memang Kristus telah membebaskan kita dari belenggu dosa sekali untuk selamanya dengan mati di atas kayu salib. Namun kemerdekaan kita belum final sampai kedatangan-Nya yang kedua. Orang percaya berada dalam tension antara kebangkitan dan kedatangan yang kedua. Selama itu kita masih bisa mengalami penderitaan dan bergumul dengan dosa.

 

Pemimpin dunia selalu menuntut hak-hak khusus (previledge), yang menjadikanya lebih dari orang lain. Tetapi tidaklah demikian seorang pemimpin Kristen yang tidak memiliki previledge sama sekali, yang bahkan diibaratkan Paulus sebagai ‘tawanan’, yang menjadi tontonan dunia. Pemimpin dunia tidak rela menderita dan berkorban bagi orang lain, tetapi pemimpin Kristen sebaliknya justru rela menderita bagai sampah dunia. Ini bukan berarti menjadi orang yang rendah dan dapat diinjak-injak orang. Melainkan tetap setia melayani tanpa menjadi kecewa karena tidak dihargai dan dihina.

 

Ayat ke 10 menunjukan betapa kontrasnya kondisi orang yang dilayani dan yang melayani. Dari sini kita bisa menarik 2 prinsip penting. Pertama, kalau kita menerima berkat dalam kehidupan kita, ingatlah bahwa ada orang yang telah berkorban supaya kita bisa menikmati berkat tersebut. Kedua, kalau kita berkorban dalam pelayanan, yakinlah bahwa pengorbanaan kita akan dipakai Tuhan membawa berkat bagi orang lain.

 

Dalam hal ini kia perlu menteladani kehidupan seorang teolog Jerman bernama Dietrich Bonhoeffer, yang hidup pada masa pemerintahan Nazi. Di dalam pelarianya ke Amerika menghindari Nazi, hatinya tidak tenang melihat bagaimana ajaran sosialisme Nazi menggeser ajaran Kristen yang murni. Untuk itu, dia rela meninggalkan segala kenyamanan hidupnya kembali ke Jerman untuk beroposisis dengan Hitler. Di akhir penderitaanya, dia dipenjara dan ditembak mati oleh tentara Nazi. Dalam melayani, dia tidak pernah beralasan seperti, “Tuhan, di Amerika pun saya juga melayani. Bukankah semua pelayanan itu sama saja?” Oleh karena kerelaanya menderita, kita sekarang diberkati dengan ajaran Kristen yang murni.

 

Terlebih dari itu semua, Tuhan Yesus juga memberikan teladan. Yesaya 52 : 2-3 menggambarkan Yesus bukan sebagai pemimpin yang agung, melainkan seorang yang menderita dan penuh kesengsaraan. Yesus Kristus adalah hamba Tuhan yang menderita. Waktu Yesus menderita sampai mati di kayu salib, kitalah yang menerima berkat keselamatan. Inilah pola pelayanan Kristiani.  Tetapi bukan hanya untuk itu saja, Kristus menderita juga supaya kita menteladani penderitaan-Nya. Terlebih lagi, Dia menderita supaya saat kita menderita, kita dijadikaan serupa dengan Kristus. Itulah sebabnya Paulus menganggap penderitaan sebagai anugrah: karena melalui penderitaan, kita menjadi sama seperti Kristus. Ini adalah sumber kekuatan yang Tuhan berikan agar kita bisa tetap setia dalam penderitaan.

                (David)

More in 1 Corinthians : Redeeming God's Wonderful Mess

January 7, 2018

The Time is Short

December 20, 2010

Love Never Ends

December 12, 2010

Faith Minus Love Equals Nothing