SUNDAY SERVICE: 9:30AM English; 11:00AM Indonesian

The Sanctity of Life

July 11, 2010 Speaker: GI Kalvin Budiman Series: How Then Shall We Live?

Topic: Sunday Sermon / Kotbah Minggu Passage: Matthew 5:21–5:26

Sanctity of Life (Mat 5:21-26)

Kotbah: GI Kalvin S. Budiman

 

Manusia adalah ciptaan Tuhan yang memiliki sense of divinity and humanity. Adanya sense of humanity menjadikan manusia memiliki nilai yang sangat tinggi. Sekarang dunia cenderung tidak lagi menghargai 10 Hukum Taurat, namun yang masih memiliki nilai cukup tinggi adalah hukum ke-6 (Jangan membunuh). Meskipun demikian, adanya homecide, genocide dan infaticide menunjukkan bahwa manusia juga tidak menghargai hukum ke-6 tersebut.

 

Ada kemarahan yang dapat menyeret kepada dosa-dosa lain (Mat 5:21-22)

Dalam Perjanjian Lama disebutkan bahwa hukuman bagi dosa membunuh adalah hukuman mati. Dalam ayat 22, Yesus menyatakan kemarahan juga berakibat pada hukuman.

Kemarahan tidak selalu merupakan hal yang salah (ada kalanya benar). Namun, yang dimaksud dalam Mat 5:21-22 adalah ada kemarahan yang mempunyai tendensi membunuh, muncul dari kematian rohani, menyeret kepada dosa-dosa lain dan dimotivasi oleh kebencian (resentment). Contoh resentment: perasaan tidak suka kepada seseorang sehingga mempengaruhi objektivitas. Yesus mengatakan bahwa kematian rohani bersifat mutlak sedangkan kematian fisik adalah relatif. Perbuatan adalah symtomp yang berasal dari kebencian (resentment) yang mendalam.

 

Ada kemarahan yang menyebabkan perbuatan baik menjadi sia-sia (Mat 5:23-24)

Kemarahan yang lahir sebagai konsekuensi kebencian tidak hanya membunuh sesama, namun juga membuat perbuatan baik kita sia-sia di mata Tuhan. Contoh: Jika kita melayani Tuhan, namun kita membenci seseorang, pelayanan tersebut sia-sia. Hal ini karena Tuhan melihat hati.

Penting untuk diperhatikan bahwa sesuatu yang tampaknya bernilai namun jika dilandasi dengan motivasi yang salah, hal tersebut menjadi tidak baik. Perbuatan mulia yang dilandasi dengan motivasi yang salah adalah salah. Contoh: seorang anak yang melayani orang tua dengan motivasi mendapat warisan, seorang suami yang memberikan perhiasan kepada istri untuk menutupi penyelewengan.

 

Kemarahan harus segera diatasi dengan pergi berdamai dan rajin berdamai (Mat 5:25-26)

Resentment bersifat seperti virus yang menggerogoti hati dan merusak kita dari dalam. Hal ini tidak dapat diatasi hanya dengan teologia, doa dan beriman. Tidak cukup juga diatasi dengan konseling. Yang diajarkan oleh Yesus dalam Mat 5:25-26 adalah segera pergi berdamai. Kita harus rajin berdamai dengan sesama. Tanpa perasaan damai, kita menjadi seperti dipenjara yang hanya dapat keluar setelah utang terlunasi. Merusak adalah hal yang singkat sedangkan berdosa adalah hal yang membelenggu. Cara mengatasinya adalah memecah belenggu tersebut dengan segera pergi berdamai. Sebuah buku menyatakan bahwa Indonesia tidak dapat maju dibandingkan negara-negara Barat karena Indonesia tidak setia dalam mengatasi masalah-masalah yang ada, tidak rajin berdamai.

Paulus dalam surat di Efesus juga menegaskan bahwa kita harus menyelesaikan amarah sebelum matahari terbenam. Tampaknya Paulus menggunakan prinsip Yesus (Mat 5:25-26) dalam hal menyelesaikan kemarahan. Salah satu dari seven deadly sin adalah kemalasan. Hal ini dapat membunuh secara rohani karena kemalasan dapat ditumpuki oleh dosa-dosa lain (kemarahan, greedy). Prinsip yang Alkitab ajarkan adalah rajin berdamai. Hal ini dapat mengatasi kita dari kemarahan. (Aditya).

More in How Then Shall We Live?

July 18, 2010

The Sanctity of Power