SUNDAY SERVICE: 9:30AM English; 11:00AM Indonesian

Run to Win the Prize 1

September 12, 2010 Speaker: Prof Sen Sendjaya Series: 1 Corinthians : Redeeming God's Wonderful Mess

Topic: Sunday Sermon / Kotbah Minggu Passage: 1 Corinthians 9:24–9:27

Run to Win the Prize – Part 1 (1 Kor 9:24-27 )  
Kotbah: Dr. Sen Sendjaya

 

 

 

Kota Korintus adalah tempat diselenggarakanya Isthmian Games, pertandingan olahraga kedua terbesar setelah Olympic Games. Tidak heran kalau penduduk Korintus sangatlah gemar pertandingan olahraga. Oleh karena itulah Firman yang Paulus sampaikan pada bagian ini sangatlah relevan bagi jemaat Korintus, dan juga bagi kita sekarang.

 

Pada bagian ini, Paulus ingin menyampaikan suatu prinsip yang sangat penting. Yaitu bahwa kehidupan Kristiani adalah bagaikan seorang atlit yang dengan penguasaan diri bertanding untuk menang.

 

1. ATLIT YANG BERTANDING. Kehidupan Kristen diibaratkan sebagai atlit yang bertanding untuk menang. Dalam suatu pertandingan, tidak semua atlit yang berkompetisi akan menang bukan? Inilah yang menjadi motivasi bagi para atlit untuk bertanding sebaik-baiknya untuk bisa memenangkan hadiahnya. Kehidupan orang Kristen pun seharusnya demikian. Tidak ada alasan bagi orang Kristen untuk bersantai-santai setelah memperoleh keselamatan.

 

Akan tetapi, bertanding untuk mengejar hadiah bukan berarti bahwa orang Kristen bertanding untuk mendapatkan keselamatan. Keselamatan hanya datang dari Allah sekali dan untuk selamanya. Kita bukan bertanding untuk diselamatkan, melainkan kita bertanding karena telah diselamatkan.

 

Kata ‘ditolak’ (disqualified) di ayat 27 memiliki akar kata yang sama dengan kata ‘diuji’ yg dipakai di 1 Kor 3:13  dan 2 Kor 13:5-7. Di 1 Kor 3:13 dikatakan bahwa Tuhan akan menguji pelayanan kita dengan api pengujian-Nya. Jika motivasi pelayanan kita salah, maka seluruh pelayanan kita bisa dihanguskan api Allah. Saat kita lalai dalam mendisiplin diri dan tidak menghidupi apa yang kita ajarkan, seluruh pelayanan kita bisa menjadi sia-sia di depan api pengujian Allah. Bagi mereka yang telah diselamatkan maka bertanding memiliki satu tujuan yaitu Injil, agar kita dapat menikmati berkat Injil dan membawa sebanyak mungkin orang untuk juga menikmatinya (v. 23). Tujuan ini membuat mereka yang bertanding harus memiliki penguasaan diri. Paulus menekankan bahwa pengusaaan diri tersebut meliputi segala hal, dan mereka yang bertanding harus melakukannya dengan usaha yang begitu keras.

 

2. PENGUASAAN DIRI. Dunia menawarkan will power sebagai cara memiliki penguasaan diri. Mereka berkata, “berpikirlah bahwa Anda pasti bisa dan Anda pasti akan berhasil!” Tetapi apakah ini yang Alkitab katakan? Tidak! Self control bukan masalah kehendak (will) melainkan masalah hati kita. Dimana hati kita disanalah totalitas hidup kita berada. Kisah Yakub yang rela mendisiplin diri selama 7 tahun bekerja  membanting tulang demi mendapatkan Rahel persis menggambarkan bahwa penguasaan diri adalah soal hati.

 

Will power bukan saja mengandalkan kekuatan diri sendiri dan meniadakan Tuhan didalamnya, namun will power juga membawa kita untuk menghalalkan segala cara saat saat sesuatu yang kita anggap penting itu terancam. Orang yang sangat disiplin berambisi untuk sukses karir seringkali tidak akan segan untuk melakukan korupsi dan berbagai dosa. Disiplinnya mencakup disiplin dalam  berbuat dosa. Ketiga, bila semua usaha tersebut  gagal, will power sering menghantar kita pada hal-hal seperti drugs, alcohol, over-eating, dsb.

 

Self control yang sejati hanya datang dari kuasa Injil. Jika Injil menjadi pusat hati kita, kita tidak akan mengandalkan will power, tetapi joy power. Dan joy power tidak akan membuat kita kompromi dengan dosa. Di ayat ke 23, Paulus menegaskan bahwa akar dari segala yang ia lakukan adalah Injil. Paulus ingin sebanyak-banyaknya orang bisa menikmati Injil, yang merupakan rencana keselamatan Allah untuk membawa manusia berdosa kembali ke dalam persekutuan dengan Allah Tritunggal. Jadi alur logika Paulus dalam pasal 8-9 adalah sbb: (1) Kristus Yesus datang, mati, dan dibangkitkan bagi kita (inilah Injil); (2) Semakin kita mengerti Injil, semakin kita terdorong untuk memenangkan orang lain pada Kristus, untuk hidup berbagian dalam Injil; (3) Untuk itu, kita perlu menjadi segalanya bagi semua orang di area non-moral; (4) Untuk menjadi segalanya bagi semua orang, kita perlu menguasai diri dalam segala hal (e.g., memakai lidah, waktu, emosi, uang, talenta, dst).

 

Bagaimana kita memiliki penguasaan diri? Jawabannya terdapat dalam Ibrani 12:1-2. Yaitu saat fokus hati kita bukan ke dalam diri kita,  tetapi ke luar, yaitu pada Kristus Yesus, yang memulai dan menyempurnakan iman kita. Paulus menguasai dirinya karena fokus hatinya di luar, yi agar keindahan Kristus dinikmati banyak orang. Demikian juga Kristus sendiri. Hidup-Nya selama di dunia merupakan perwujudan penguasaan diri penuh. Tuhan Yesus taat sampai mati diatas kayu salib karena fokus hatiNya adalah sukacita saat Saudara dan saya kembali pada Allah. Ia melakukan semua ini bukan bersandar pada will power, melainkan joy power (“tekun memikul salib ganti sukacita”, Ibr 12:2).  Kitalah Rahel-nya Tuhan Yesus. Jika Saudara mengerti ini, dan semakin saudara mengerti ini, semakin kita dimampukan untuk menguasai diri kita seperti Paulus membawa sesama kita menikmati Kristus.                                                                                                                                                              (David)

More in 1 Corinthians : Redeeming God's Wonderful Mess

January 7, 2018

The Time is Short

December 20, 2010

Love Never Ends

December 12, 2010

Faith Minus Love Equals Nothing