SUNDAY SERVICE: 9:30AM English; 11:00AM Indonesian

The Missional God and the Body of Christ

November 28, 2010 Speaker: Prof Sen Sendjaya Series: 1 Corinthians : Redeeming God's Wonderful Mess

Topic: Sunday Sermon / Kotbah Minggu Passage: 1 Corinthians 12:12–12:13

The Missional God and The Body of Christ (1 Korintus 12:12-13)  
Kotbah: Dr. Sen Sendjaya

 

Kita akan membahas kaitan antara Allah yang missional & tubuh Kristus. Ada tiga poin utama yang akan dibicarakan:

  • Manusia sebagai individu dan makhluk sosial

Di satu sisi, setiap kita memiliki waktu pribadi yang sengaja dikhususkan untuk diri sendiri. Di sisi lain, kitapun memiliki kebutuhan untuk bersosialisasi dengan orang lain. Problem yang sering muncul adalah: 1.) Saat individualisme lebih dipentingkan dari kolektivisme, ataupun sebaliknya. 2.) Kerelaan untuk kehilangan jati diri supaya diterima di komunitas. Bagaimana mengatasi kedua problem ini?

 

  • Inkarnasi Tuhan Yesus yang menjadi solusi

Inkarnasi Kristus berarti kita harus datang kepada Dia secara pribadi, tetapi sekaligus kita hidup dalam Dia dalam komunitas. Konsep ini dijelaskan Rasul Paulus di dalam 1 Korintus 3: 16 “Tidak tahukah kamu (jamak), bahwa kamu (jamak) adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu (tunggal)?” Pada saat Roh Allah diam di dalam diri kita secara pribadi, Allah menjadikan kita semua bait Roh Kudus secara kolektif.

Banyak masalah terjadi di dalam gereja karena ketidakmengertian akan konsep ini, sehingga kehidupan pribadi dan komunitas menjadi tidak seimbang. Secara pribadi kita harus menjawab panggilan keselamatan Tuhan, bergulat dengan masalah, berdoa, dan pada akhirnya bertemu dan mempertanggungjawabkan perbuatan kita di hadapan Tuhan. Namun hanya di dalam komunitaslah kita belajar mengampuni, bertumbuh dan menopang di dalam doa. Seseorang yang tidak bisa hidup tanpa komunitas dapat menjadi batu sandungan jikalau ia tidak memiliki kehidupan pribadi dengan Tuhan. Sebaliknya, orang yang hanya ingin hidup sendiri menjadi egois di dalam komunitas. Perlu dicatat juga bahwa menolak untuk hidup berkomunitas menandakan kita menolak panggilan Tuhan.

Konsep keseimbangan ini banyak ditekankan di dalam Alkitab. Paulus dalam Galatia 6:2 berkata “Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu!” namun di ayat 5,”Tiap-tiap orang akan memikul tanggungannya sendiri.” Di dalam komunitas kita saling meringankan beban, namun pada akhirnya kita sendirilah yang harus menyelesaikan masalah pribadi kita di hadapan Tuhan.

Kristus menunjukkan keseimbangan ini di atas salib. Ketika Yesus di salib, berkatalah Ia kepada Maria, “Ibu, inilah anakmu!” dan kepada Yohanes, “Inilah ibumu!” (Yoh 19:26-27). Yesus menolak penekanan terhadap individualitas maupun kolektivitas. Ia menggabungkan keduanya. Ditengah penderitaanNya diatas salib, Ia tidak egois tetapi masih memikirkan ibunya dan melakukan kewajibannya sebagai anak. Namun Iapun menyatakan bahwa yang lebih penting hubungan darah keluarga yg fana sifatnya, adalah keluarga Allah yg kekal sifatnya.  

 

  • Bagaimana kita berespon?

Dalam Perjanjian Lama, Allah memakai para nabi untuk memanggil Israel untuk kembali kepadaNya. Sekarang Ia memakai Kristus sebagai perantara bagi kita. Allah Bapa bersukacita ketika melihat seorang anaknya kembali padaNya. Saat ajal datang menjemput, tak ada suatu hal yang dapat kita bawa kecuali jiwa kita. Bagi kita yang belum mengenal Kristus, maukah kita menerima janji keselamatan jiwa dari Kristus? Bagi yang sudah mengenal Kristus, sudahkah kehidupan pribadi dan komunitas kita seimbang?                                                                                                              (Emmy)

The Missional God and The Body of Christ (1 Korintus 12:12-13)  
Kotbah: Dr. Sen Sendjaya

 

Kita akan membahas kaitan antara Allah yang missional & tubuh Kristus. Ada tiga poin utama yang akan dibicarakan:

  • Manusia sebagai individu dan makhluk sosial

Di satu sisi, setiap kita memiliki waktu pribadi yang sengaja dikhususkan untuk diri sendiri. Di sisi lain, kitapun memiliki kebutuhan untuk bersosialisasi dengan orang lain. Problem yang sering muncul adalah: 1.) Saat individualisme lebih dipentingkan dari kolektivisme, ataupun sebaliknya. 2.) Kerelaan untuk kehilangan jati diri supaya diterima di komunitas. Bagaimana mengatasi kedua problem ini?

 

  • Inkarnasi Tuhan Yesus yang menjadi solusi

Inkarnasi Kristus berarti kita harus datang kepada Dia secara pribadi, tetapi sekaligus kita hidup dalam Dia dalam komunitas. Konsep ini dijelaskan Rasul Paulus di dalam 1 Korintus 3: 16 “Tidak tahukah kamu (jamak), bahwa kamu (jamak) adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu (tunggal)?” Pada saat Roh Allah diam di dalam diri kita secara pribadi, Allah menjadikan kita semua bait Roh Kudus secara kolektif.

Banyak masalah terjadi di dalam gereja karena ketidakmengertian akan konsep ini, sehingga kehidupan pribadi dan komunitas menjadi tidak seimbang. Secara pribadi kita harus menjawab panggilan keselamatan Tuhan, bergulat dengan masalah, berdoa, dan pada akhirnya bertemu dan mempertanggungjawabkan perbuatan kita di hadapan Tuhan. Namun hanya di dalam komunitaslah kita belajar mengampuni, bertumbuh dan menopang di dalam doa. Seseorang yang tidak bisa hidup tanpa komunitas dapat menjadi batu sandungan jikalau ia tidak memiliki kehidupan pribadi dengan Tuhan. Sebaliknya, orang yang hanya ingin hidup sendiri menjadi egois di dalam komunitas. Perlu dicatat juga bahwa menolak untuk hidup berkomunitas menandakan kita menolak panggilan Tuhan.

Konsep keseimbangan ini banyak ditekankan di dalam Alkitab. Paulus dalam Galatia 6:2 berkata “Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu!” namun di ayat 5,”Tiap-tiap orang akan memikul tanggungannya sendiri.” Di dalam komunitas kita saling meringankan beban, namun pada akhirnya kita sendirilah yang harus menyelesaikan masalah pribadi kita di hadapan Tuhan.

Kristus menunjukkan keseimbangan ini di atas salib. Ketika Yesus di salib, berkatalah Ia kepada Maria, “Ibu, inilah anakmu!” dan kepada Yohanes, “Inilah ibumu!” (Yoh 19:26-27). Yesus menolak penekanan terhadap individualitas maupun kolektivitas. Ia menggabungkan keduanya. Ditengah penderitaanNya diatas salib, Ia tidak egois tetapi masih memikirkan ibunya dan melakukan kewajibannya sebagai anak. Namun Iapun menyatakan bahwa yang lebih penting hubungan darah keluarga yg fana sifatnya, adalah keluarga Allah yg kekal sifatnya.  

 

  • Bagaimana kita berespon?

Dalam Perjanjian Lama, Allah memakai para nabi untuk memanggil Israel untuk kembali kepadaNya. Sekarang Ia memakai Kristus sebagai perantara bagi kita. Allah Bapa bersukacita ketika melihat seorang anaknya kembali padaNya. Saat ajal datang menjemput, tak ada suatu hal yang dapat kita bawa kecuali jiwa kita. Bagi kita yang belum mengenal Kristus, maukah kita menerima janji keselamatan jiwa dari Kristus? Bagi yang sudah mengenal Kristus, sudahkah kehidupan pribadi dan komunitas kita seimbang?                                                                                                              (Emmy)

More in 1 Corinthians : Redeeming God's Wonderful Mess

January 7, 2018

The Time is Short

December 20, 2010

Love Never Ends

December 12, 2010

Faith Minus Love Equals Nothing