SUNDAY SERVICE: 9:30AM English; 11:00AM Indonesian

Mat 5:3-5 "Siapa Kita di Hadapan Tuhan?"

Matius 5:3-5
(3) Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. (4) Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur. (5) Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.

Apa itu kebahagiaan? Biasanya kebahagiaan dilihat sebagai kombinasi dari berbagai faktor, antara lain faktor eksternal (Misal: cuaca indah, keadaan finansial yang solid), faktor kepuasan pribadi (Misal: mengucap syukur, merawat kesehatan mental), faktor relasional (Misal: hubungan yang baik dengan keluarga, kolega kerja), dan banyak faktor lainnya. Saya tidak mengatakan bahwa faktor-faktor itu tidak ada gunanya, hanya saja kalau kita mendengarkan apa yang Yesus katakan maka kita akan menemukan kebahagiaan kita harus mulai dari satu faktor terpenting: siapa diri kita di hadapan Tuhan Pencipta dan Penebus kita.

Kita miskin rohani di hadapan Tuhan Allah (5:3). Miskin di sini bukan berbicara tentang kekurangan uang atau bahkan keadaan tertekan. Kemiskinan juga bukan soal tidak ada percaya diri sehingga selalu merasa kurang dibandingkan orang lain. Ada orang yang bisa miskin, tertekan, dan super minder, tapi tidak tentu orang itu menyadari kemiskinan rohaninya di hadapan Tuhan. Dalam kasus tertentu, kemiskinan finansial, tekanan mental, dan rasa minder, malah bisa dipakai sebagai kedok untuk menutupi kesombongan rohani seseorang demi mencari perhatian atau simpati entah dari Tuhan atau orang lain.

Anda akan menemukan bahwa Perjanjian Lama kita adalah primary source-Nya Yesus waktu Ia mengajarkan khotbah di Bukit ini. Kalau pakai istilah modern, Yesus sebetulnya sedang melakukan khotbah eksposisi dimana Ia secara brilian mengupas serta mempertajam apa yang Allah sudah wahyukan melalui Musa dan para Nabi kepada bangsa Israel. Di Perjanjian Lama, orang yang miskin secara rohani adalah orang yang menyadari dirinya tanpa pengharapan, lemah, tidak punya hak apapun untuk merasa dirinya layak di hadapan Tuhan Allah. Kita mengakui kesombongan kita di hadapan Tuhan, dan bahwa tidak ada satu faktor pun dari hidup kita yang bisa membuat Tuhan terkesan, apalagi berkenan!

Ini bertolak belakang dengan mantra jaman kita yang berulang kali mengumandangkan kalau kita mau bahagia maka kita harus, "Be yourself! You do you! Follow your heart!" Yesus justru mengatakan, "But YOU are the problem! Justru itu problemnya: you!" Budaya kita mengasumsikan bahwa kita tahu apa yang terbaik bagi diri kita, Yesus mengatakan kecuali kita berhadapan dengan Allah kita bahkan tidak tahu siapa diri kita.

Kalau kita mau masuk ke dalam kerajaan Allah, titik mulanya bukan dari diri kita, melainkan dari Allah yang empunya Kerajaan Surga. Waktu kita berhenti merasa diri bisa, mampu, penting, dan layak, disitulah Yesus berkata, "Berbahagialah kamu!"

Kita berdukacita atas dosa kita terhadap Tuhan Allah (5:4). Dukacita di sini adalah perasaan sedih yang mendalam akibat dosa kita terhadap Tuhan dan bagaimana hidup kita mengecewakan serta mendukakan hati-Nya. Ini bukan perasaan sedih yang dangkal akibat sekedar mengasihani diri sendiri atau hanya karena dosa kita terbongkar.

Itu sebabnya tepat kalau dukacita ini muncul berbarengan dengan kesadaran bahwa kita miskin di hadapan Tuhan. Kita ikut menangisi ketidaklayakan serta dosa kita bersama dengan si pemungut cukai yang tidak berani menengadahkan kepalanya ke arah surga, memukuli dirinya dengan menyesal dan berseru kepada Tuhan, "Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini!" (Luk 18:13)

Orang yang berdukacita akan dosanya tidak lagi membandingkan dirinya lebih berdosa atau lebih baik daripada orang lain. Ia telah berhadapan dengan Allah yang suci mutlak, benar absolut, dan mulia tak terhingga, dan alih-alih menyambut Dia dengan tangan terbuka dan senyum lebar, orang ini menyadari betapa celaka dirinya. Who am I kidding? Siapa Tuhan ini yang selama ini aku permainkan kebaikan-Nya? Yang aku abaikan hukum-hukum-Nya? Yang aku cuekin karakter-Nya?

Tetapi ada suatu yang sangat manis dari dukacita ini, karena Yesus berkata bahwa mereka akan dihibur, tidak lain dihibur oleh Tuhan yang kepadanya mereka telah berdosa! Inilah keajaiban anugerah pengampunan Allah. Anugerah pengampunan bukan berarti Allah pura-pura tidak melihat lalu membiarkan kita apa adanya. Anugerah pengampunan justru menyadari Allah mengasihi kita dengan mata terbuka lebar pada setiap dosa kita dan menimpakan setiap hukuman yang kita pantas terima kepada Anak-Nya, si Pengkhotbah di Bukit itu. Barulah kita sadar bahwa Tuhan Allahlah yang terlebih dahulu menyambut kita dengan tangan terbuka dan senyum lebar kasih setia-Nya.

Waktu kita mulai berdukacita karena melihat dosa-dosa kita dari sudut pandang kesucian Allah dan pengampunan kita dari sudut pandang belas kasihan Allah, disitulah Yesus berkata, "Berbahagialah kamu!"

Kita bersikap lemah lembut seperti Tuhan Allah (5:5). Pembina pemuda saya dulu sering mengatakan: meekness is not weakness. Lemah lembut tidak sama dengan lemah! Kelemahlembutan adalah strength under control, kekuatan yang terkendali. Sama seperti tangan seorang bapak yang cukup kuat untuk mematahkan gagang sapu, tapi dengan lembut menggengam tangan anaknya menyeberang jalan ramai.

Kalau dua ucapan berbahagia pertama lebih berfokus pada relasi kita kepada Tuhan, maka ucapan yang ketiga bisa dikatakan seperti hasil atau buahnya. Darimana kita tahu bahwa kita sudah menyadari kemiskinan rohani kita dan keseriusan dosa-dosa kitaserta telah menerima penghiburan pengampunan dari Allah? Ternyata jawabannya simple: terlihat dari bagaimana kita memperlakukan orang lain. Apakah kalau orang berurusan dengan kita mereka menemukan orang yang keras, menakutkan, harus diikuti kemauannya, atau orang yang lemah lembut? Bagaimana kita berespon terhadap orang lain yang berbuat salah? Apakah reaksi pertama kita mau mengekspos habis-habisan dosa mereka? Atau dengan lemah lembut kita berpikir cara terbaik untuk memulihkan mereka? Dalam pengalaman saya pribadi jauh lebih mudah untuk bersikap reaktif dengan menyudutkan atau menjelek-jelekkan orang lain, daripada mengambil waktu untuk bersikap lemah lembut.

Bukankah itu yang Yesus sendiri lakukan terhadap kita? Waktu Ia berbicara tentang pengikut-pengikut-Nya yang 'tidak dianggap bijak apalagi pandai, malahan powerless and kecil, letih lesu dan berbeban berat', Ia tidak mengecam mereka dengan mengatakan, "Yah malu-maluin banget sih jadi orang Kristen kok kayak gini modelnya?" Tidak! Yesus malah berkata kepada mereka:

Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. (Mat 11:28-29)

Seorang penulis mengatakan kelemahlembutan adalah karakter terindah seorang Kristen, ia bagaikan permata langka yang dipoles oleh anugerah Tuhan. Bersamaan dengan kemiskinan rohani dan dukacita akibat dosa, kelemahlembutan kita terhadap orang lain menunjukkan bahwa inilah sifat yang Yesus sedang bentuk di dalam diri setiap pengikut-Nya.

Waktu kita memperlakuan orang lain dengan lemah lembut sama seperti Yesus telah bersikap lemah lembut terhadap kita, disitulah Yesus berkata, "Berbahagialah kamu!"

Teolog Skotlandia Robert Murray McChenye pernah menulis, "What a man is on his knees before God, that he is, and nothing more." Siapa diri kita tidak lebih dari siapa kita waktu kita berlutut di hadapan Tuhan Allah. Kita bersyukur bahwa di dalam Yesus Kristus, kita tidak hanya melihat siapa diri kita yang sesungguhnya melainkan Siapa diri Allah yang sesungguhnya. Ia tidak berhenti hanya membuat kita menyadari dan menangisi dosa-dosa kita, tetapi Ia juga mau kita mensyukuri serta menghidupi anugerah-Nya.

DOA
Allah Bapa hari ini kami meminta agar Engkau berkenan menunjukkan betapa miskin, telanjang, dan butanya kami di hadapan-Mu. Ampuni kalau kami lebih sering merasa diri kami bisa, mampu, dan bisa melihat segala sesuatu.

Tolong kami bukan saja menangisi dosa-dosa kami, tetapi juga menyadari bahwa anugerah pengampunan-Mu di dalam Kristus jauh lebih besar daripada dosa apa pun. Tolong kami juga untuk datang kepada-Mu, satu-satunya yang sanggup dan mau menghibur kami.

Terimakasih juga atas panggilan-Mu bagi kami sebagai anak-anak-Mu. Engkau yang telah menunjukkan kelemahlembutan-Mu kepada kami, biarlah itu terbentuk juga dalam hidup kami, sehingga orang lain yang mengenal dan berinteraksi dengan kami juga dapat mengalami kelemahlembutan-Mu melalui kami.

Demi nama Tuhan Yesus Kristus kami berdoa. Amin.

Leave a Comment

Comments for this post have been disabled.