SUNDAY SERVICE: 9:30AM English; 11:00AM Indonesian

Melihat Tuhan di Tengah Kesulitan

Seringkali waktu kita mendengar tokoh Daniel, cerita yang kita ingat adalah kisah Daniel di gua singa … dan mungkin bagaimana dia dan teman-temannya berusaha tetap setia kepada Tuhan walaupun berada di pembuangan. Tentu saja cerita-cerita itu penting dan penuh dengan makna serta ajaran iman bagi setiap pembacanya. Bagian yang mungkin jarang kita dengar adalah penglihatan-penglihatan yang Daniel catat mulai dari pasal 7. Padahal justru di sinilah serunya kitab Daniel (menurut saya), karena seolah-olah kita sekarang pindah behind the scene. Kalau pasal 1-6 banyak berkisah dari sudut pandang manusia, maka mulai pasal 7 lebih banyak diceritakan dari sudut pandang Tuhan Allah.

Penglihatan yang Daniel lihat di awal pasal 7 ini memang dimaksudkan untuk membuat kita bingung, takut dan gelisah. Anda tidak perlu terlalu khawatir, karena kalau anda lihat Daniel pun merasa demikian! Beragam binatang dan mahluk buas yang ia lihat di penglihatannya memang menggambarkan kerajaan-kerajaan yang akan datang silih berganti: Babel ditaklukkan oleh Medo-Persia, yang kemudian ditalkukkan oleh Yunani di bawah Alexander Agung, diakhiri dengan kerajaan Romawi. Setiap negara superpower ini, dari sudut pandang manusia pasti kelihatannya hebat, megah, berkuasa dan berpengaruh, sama seperti kita melihat negara-negara besar hari ini. Tapi, perhatikan, dari sudut pandang Tuhan, Ia melihat mereka seperti mahluk buas yang rakus, sombong, bodoh dan buas.

Bahkan kalau kita melihat di pasal 7, fokus dari penglihatan Daniel tertuju pada tahta Tuhan Allah yang mahakuasa. Sewaktu mempersiapkan khotbah ini saya membaca tentang pendiri Amazon yang katanya sekarang bukan lagi orang paling kaya di dunia, mantan petinju kelas dunia yang bangkrut habis-habisan dan presiden Amerika yang sedang dalam proses dimakzulkan / impeachment. Betapa rapuhnya kekuasaan manusia! Tetapi Tuhan Allah digambarkan sebagai “Yang Lanjut Usianya” dan yang kekuasaannya tidak akan berakhir. Kemuliaan dan kuasanya tidak akan berkurang, bangkrut apalagi dimakzulkan.

Di tengah kehebatan kuasa manusia, Daniel mengajak kita melihat Tuhan Allah yang maha bijaksana, maha benar dan maha kuasa. Betapa kontrasnya kedua kekuasaan ini. Allah yang mulia berhadapan dengan manusia yang buas. Berulang kali di kitab Daniel dinyatakan bahwa kekuasaan kerajaan-kerajaan ini akan tumbah dengan mudahnya begitu berlawanan dengan kuasa Allah.

Tetapi kita juga melihat fokus lain yang tidak kalah herannya di ayat 13-14 kita membaca, “Aku terus melihat dalam penglihatan malam itu, tampak datang dengan awan-awan dari langit seorang seperti anak manusia; datanglah ia kepada Yang Lanjut Usianya itu, dan ia dibawa ke hadapan-Nya. Lalu diberikan kepadanya kekuasaan dan kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja, maka orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa mengabdi kepadanya. Kekuasaannya ialah kekuasaan yang kekal, yang tidak akan lenyap, dan kerajaannya ialah kerajaan yang tidak akan musnah.” Kekuasaan ini diberikan kepada seorang seperti anak manusia, seorang yang akan menjadi jembatan penghubung antara Allah yang mulia dan manusia yang buas. Tidak salah lagi kalau Perjanjian Baru melihat ini adalah Yesus Kristus sendiri.

Pada malam Ia disalibkan, di tengah persidangan Ia sendiri bersaksi, “Akulah Dia, dan kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di tengah-tengah awan-awan di langit" (Mar 14:62) – Yesus berdiri sendiri, ditinggal oleh semua pengikutnya, sidang diracik sedemikian rupa supaya Ia mati dengan cara yang paling buas dan biadab, tetapi Ia seolah-olah berkata, “Ingat pribadi ‘seperti anak manusia’ di kitab Daniel, yang diberikan segala kuasa dan kemuliaan oleh Tuhan Allah? I am Him—Akulah Dia.” Tidak heran, alih-alih berlutut menyembah Dia, mereka malah makin mantap untuk membunuh-Nya. Di sinilah terletak kemuliaan iman Kristen: Yesus tidak menjadi raja yang berkuasa dengan menggunakan kesombongan dan kebuasan dosa manusia. Ia justru menyerahkan diri-Nya, disiksa dan diperlakukan seperti binatang yang akan disembelih, agar manusia-manusia buas seperti anda dan saya bisa diselamatkan.

Di tengah kesulitan hidup kita, kita selalu tergoda untuk bersikap sombong. Seringkali kemarahan, sakit hati, kebencian, protes dan keluhan kita menunjukkan bahwa kita merasa lebih tahu dan bijaksana dari Tuhan. Kita tidak mau bersandar pada Dia, dan lebih suka bersandar pada bijaksana kita sendiri. Tapi justru kesulitan kita adalah cara Tuhan untuk berkata, “Look at Him—lihatlah Yesus, Ia menderita bagi kebuasanmu!,” dan juga cara Tuhan memanggil, “Follow Him—ikutlah Yesus, Ia dibangkitkan bagi kemuliaanmu!”