SUNDAY SERVICE: 9:30AM English; 11:00AM Indonesian

Lari Kepada Tuhan!

“Nama Tuhan adalah menara yang kuat. Kesanalah orang benar berlari dan ia menjadi selamat” (Amsal 18:10)

Beda orang Yahudi dengan orang Indonesia adalah orang Yahudi pada umumnya memiliki nama yang sangat penuh makna, misalnya Daniel (Allah adalah hakimku), Yeremia (Allah akan meninggikan), sementara banyak orang Indonesia memiliki nama tanpa makna yang mendalam, misalnya Budi, Iwan, Wati (tiga nama paling populer di Indonesia, thanks to buku pelajaran SD wajib baca). Seorang rekan saya yang bule pernah bertanya, "Sen, are many people in Indonesia Buddhist?" Lalu saya bertanya dari mana dia dapat ide tsb. Dia menjawab "Well, I have met 7 guys called Budi in the last three days!" 

Allah juga memperkenalkan diri kepada umat Israel secara progresif dengan berbagai nama dalam Perjanjian Lama.

Pengamsal menulis bahwa nama-nama Tuhan tersebut adalah menara yang kuat. Di zaman dahulu, menara dibangun sebagai benteng pertahanan kota. Ketika musuh menyerang, maka penduduk serta-merta berlari menyelamatkan diri mereka ke menara tersebut untuk berlindung. Kota yang tidak memiliki menara mudah sekali diduduki musuh, karena dari menara itulah semua strategi bertahan dan menyerang diluncurkan.

Bagaimana orang benar berlari kepada menara tersebut? Orang benar dalam ayat diatas bukan hanya berarti orang yang telah dibenarkan oleh Allah dalam Kristus Yesus, tapi orang yang terus menerus hidup benar di hadapan Allah. Saat badai kehidupan menerpa orang tersebut, ia melepaskan segala sesuatunya dan berlari kepada Allah dalam doa dan iman.

Hasilnya? Ia menjadi selamat! Selamat disini berarti bukan berarti masalah hidup menjadi hilang, dan semuanya kembali lancar. Tetapi selamat disini berarti mendapat perspektif dan pengharapan yang baru. Kita dimampukan untuk menghadapi masalah tersebut karena Allah dan bersama dengan Allah.

Itulah sebabnya kita perlu mengenali Allah kita, yang memperkenalkan dirinya kepada umat Israel dengan beberapa nama sebagai berikut:

1. JEHOVAH-JIREH: "The Lord will Provide." Gen. 22:14.
2. JEHOVAH-ROPHE: "The Lord Who Heals" Ex. 15:22-26.
3. JEHOVAH-NISSI: "The Lord Our Banner" Ex. 17:15.
4. JEHOVAH-M'KADDESH: "The Lord Who Sanctifies" Lev. 20:8.
5. JEHOVAH-SHALOM: "The Lord Our Peace" Judges 6:24.
6. JEHOVAH-TSIDKENU: “The Lord Our Righteousness” Jeremiah 23:6
7. JEHOVAH-ROHI: “The Lord is my shepherd” Psalm 23:1

Jika kita melihat setiap nama diatas dalam konteks ayat dimana nama tersebut muncul, kita akan melihat bahwa Allah memperkenalkan diriNya dalam konteks yang tepat. Misal, Jehovah-Jireh muncul dalam konteks dimana Abraham diperintahkan Allah untuk mempersembahkan Ishak anak kesayangannya. Ketika Abraham dengan ketaatannya yang luar biasa hendak melaksanakan perintah Allah yang tidak masuk akal sehat itu, malaikat Tuhan menghentikannya. Lalu tiba-tiba muncullah seekor domba jantan untuk menggantikan Ishak sebagai korban bakaran. Dari sana Abraham mengerti sebuah pelajaran yang hari ini kita harus ingat tentang Allah kita, yaitu pada waktu kita taat pada Allah meski kita tidak yakin bagaimana kebutuhan hidup kita akan tercukupi, ingatlah bahwa Allah akan menyediakan.

Itu sebabnya pengamsal menulis orang benar berlari kepada Allah yang sedemikian. Menarik diayat selanjutnya pengamsal menulis ‘Kota yang kuat bagi orang kaya adalah hartanya dan seperti tembok yang tinggi menurut anggapannya’ (Amsal 18:11). Betapa kontras!

Yang satu menara, dan yang lain kota. Yang satu nama Allah, dan yang lain harta benda. Yang satu adalah kepastian mendapat selamat, dan yang lain hanyalah menurut anggapannya. Orang benar berlari kepada benteng pertahanan yang terbukti kokoh yaitu Allah YHWH. Orang fasik berlari kepada tempat berlindung yang dia pikir dapat diandalkan yaitu kekayaannya.

Hari ini kemana kita berlari saat bermasalah? Kepada rekening bank kita, deposito, super-annution kita, atau kepada Allah? Kapan kita terakhir datang kepada Allah dalam doa-doa kita dan beroleh perspektif baru melihat masalah & kekuatan baru untuk melewatinya?

Persoalan kita: kita hanya tahu siapa Allah kita sebatas teori, sebatas pengetahuan otak. Rasul Paulus menulis pada Timotius ‘Aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakanNya kepadaku hingga pada hari Tuhan’ (2 Tim 1:12). Dia bukan hanya tahu Allah, tapi dia yakin akan Allah. Yang pertama dia memahami siapa Allah, yang kedua siapa Allah menguasai dirinya. Itu sebab ia berani menderita sebagai rasul dan tidak malu atas penderitannya.

Leave a Comment

Comments for this post have been disabled.