SUNDAY SERVICE: 9:30AM English; 11:00AM Indonesian

Melayani Allah dengan Air Mata

Yeremia adalah seorang pemimpin besar yang tidak bahagia. Bagaimana ia bisa berbahagia? la dipilih Allah unluk mengemban misi yang sulit "untuk mencabut dan rnerobohkan, untuk membinasakan dan meruntuhkan, untuk membangun dan menanam" (1:10). la dari semula ditentukan menjadi seorang "prophet of doom". Seorang nabi pembawa bencana.

Pelayanannya memiliki orientasi yang negatif: Memberitakan penghakiman Allah yang penuh kengerian terhadap orang Yehuda. Siapa yang suka mendengar pesan Yeremia bahwa penduduk Yerusalem akan diperbudak di Babilonia? Siapa yang suka mendengar dosa-dosanya ditelanjangi bertubi-tubi oleh seorang yang sama itu-itu saja?

Selama 40 tahun pelayanannya (627-587 BC), pelayanan Yeremia bukan saja ia menjadi bahan caci maki orang-orang di sekelilingnya. Kerap kali nyawanya di ujung tanduk. Dia dikejar-kejar untuk dibunuh oleh raja-raja, imam-imam, dan nabi-nabi palsu.

Mungkin jauh lebih mudah bagi kita untuk menerima bahwa kalau yang menolak dan melawan kita adalah orang yang kita tidak sukai, atau tidak kita kenal dekat. Namun, bagaimana kalau itu adalah para sahabat karib kita? Bahkan, keluarga kita sendiri? Inilah yang dialami Yeremia (20:10 dan 12:6). Tidak ada yang lebih menyakitkan dari pengalaman dimusuhi oleh sahabat karib! Tidak ada luka hati yang lebih besar daripada dikhianati anggota keluarga sendiri! Jika Anda pernah mengalami ini pasti paham betapa sakitnya.

Sangat manusiawi kalau ia menjadi putus asa dan mundur. Lagipula, sampai kapan bangsa Yehuda ini akan bertobat? Daripada mati konyol, lebih baik melakukan hal yang lain bagi Tuhan. Daripada cari musuh, lebih baik melakukan hal yang mendatangkan banyak teman. “To hell with them!” Itulah sikap pertama yang bisa ia ambil.

Sikap kedua yang sangat manusiawi adalah ia tetap melakukan tugasnya, namun dengan hati yang tawar. Dengan bersungut-sungut. Tanpa belas kasihan. Tanpa kepedulian. No mercy. No compassion. “Yah, mau bilang apa lagi? Tuhan sudah suruh saya melakukan ini. Dijalani saja.” Yeremia dapat memilih untuk memperlakukan orang-orang yang membuat hidupnya sengsara dengan perlakukan yang sama dengan yang mereka tunjukkan kepadanya. Menjadi cuek dan tidak peduli (indifferent). Meski semua itu terjadi di dalam hati. Penuh perasaaan mengasihi diri dan balas dendam. "You want to play rough, let's play rough!"

Namun, Yeremia tidak memilih kedua sikap tersebut. Reputasinya sebagai the weeping prophet” muncul bukan karena ia mengasihi diri sendiri. Tapi karena ia menangisi dosa bangsanya. Matanya menjadi pancuran air mata (9:1) karena cintanya kepada Allah karena cintanya kepada orang-orang yang ia layani, bahkan termasuk orang-orang yang membencinya, mencacimakinya, menghianatinya, dan ingin membunuhnya.

Ia tetap taat melakukan panggilan Allah dalam dirinya. la tidak membiarkan penderitaan yang ia alami membuat dia mengasihi diri dan patah semangat. la tidak mengizinkan kepahitan hidupnya menjadikan hatinya tawar terhadap Allah dan sesamanya. la tidak mengizinkan kondisi sekitarnya dari orang di sekelilingnya mengganggu komitmennya menjalankan panggilan Allah dalam hidupnya.

Meski kepalanya penuh air mata, ia tetap bersuka menanti rahmat Tuhan yang selalu baru setiap pagi, demikian ungkapan isi hatinya dalam Kitab Ratapan, kitab yang menjadi jendela jiwa dari pemimpin besar ini, yang ditulisnya setelah Yerusalem menjadi reruntuhan puing. Ketika suatu kali Yeremia mengeluh kepada Allah betapa berat medan hidup dan pelayanan yang ia hadapi, inilah jawaban yang ia terima dari Allah:

Jika engkau telah berlari dengan orang yang berjalan kaki, dan engkau telah dilelahkan, bagaimanakah engkau hendak berpacu melawan kuda? (12:5).