SUNDAY SERVICE: 9:30AM English; 11:00AM Indonesian

Dua Akibat Perjumpaan dengan Allah

Setelah ratusan kali beribadah di bait Allah, suatu ketika nabi Yesaya berjumpa secara pribadi dengan Allah dalam segala keagungan kesucian-Nya disana. Dan ia berteriak, “Celakalah aku! aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni TUHAN semesta alam” (Yesaya 6:5).

“Tamatlah riwayatku!”, seru Yesaya. Sebab ia seorang yang najis bibir. Mengapa bibir? Mengapa bukan najis mata – mungkin selama ini ia menginginkan berkat materi yang indah ketimbang Sang Pemberi berkat itu sendiri? Mengapa bukan najis telinga – mungkin selama ini ia mengharapkan pujian dari orang lain? Mengapa bukan najis otak – mungkin selama ini ia selalu memikirkan tentang keselamatan dan kenyamanan dirinya diatas segalanya?

Mengapa bibir? Karena bibir adalah modal utama seorang nabi. Seorang nabi pelayanannya ditentukan oleh apa yang ia katakan. Bibirnya adalah kekuatannya, kelebihannya, kebanggaannya. Yesaya sedang berkata bahwa hal membuat ia merasa layak dipakai Allah (dengan kata lain, ‘kebenarannya’,) pun juga berdosa.

Apa yang paling Anda banggakan hari ini? Yang membuat Anda merasa layak di hadapan Allah? Tidak cukup bagi Anda untuk bertobat dari dosa, Anda juga perlu bertobat dari ‘kebenaran’ Anda. Sampai Anda menyadari ini, maka Anda akan terus mengandalkan diri, dan tidak butuh kebenaran Kristus, untuk dapat diterima Allah.

Ketika anak bungsu dalam cerita Tuhan Yesus di Lukas 15 bertobat, ia punya daftar dosa (kurang ajar terhadap ayahnya, berfoya-foya, hidup amoral, dst.). Namun kakaknya yang sulung kesulitan bertobat karena ia tidak memiliki daftar dosa. Orang beragama selalu merasa diri tidak berdosa karena ia berpikir, “Semua perbuatan amal salehku, pasti Allah berkenan, sekarang Ia harus memberkatiku.” Ia tak pernah merasa butuh Kristus untuk memperkenan Allah.

Yesaya sadar bahwa perbuatan baiknya hanyalah seperti kain kotor di hadapan Allah. Bibirnya najis! Namun seorang dari Serafim tersebut memulihkan dia dengan menyentuhkan bara ke bibirnya untuk menghapuskan kesalahannya dan mengampuni dosanya. Ada dua akibat yang kemudian terjadi.

Pertama, Yesaya langsung siap diutus Allah. Ia tidak perlu bertanya dulu apa tugas yang Allah berikan. Ia tidak perlu tahu ‘job description’-nya. Ia tidak tanya dulu tentang besarnya remunerasi dan jenis fasilitas yang ia akan dapatkan. Ia hanya bilang, “Aku siap!” Dalam pelayanan, kita seringkali mencoba untuk nego dengan Allah, berhitung untung rugi, seakan Allah itu se-level dengan kita. Tanda kita sungguh-sungguh mengalami perjumpaan pribadi dengan Allah adalah kita siap untuk diutus, apapun implikasi dan resikonya. Kita berani berkorban waktu, pikiran, tenaga, uang, bahkan nyawa karena kemurahan Allah yang kudus lebih berharga dari hidup kita yang seharusnya binasa karena dosa.

Kedua, Yesaya tidak takut gagal dalam pelayanan. Meski tidak ada lagi stabilitas politik setelah raja Uzia mati, ia tidak takut karena ia telah melihat Raja di atas segala raja. Dan tahta-Nya mengatasi seluruh jagat raya, tanpa batasan ruang dan waktu. Bagaimana kita berhadapan dengan ketakutan akan kegagalan di masa depan? Dengan menyadari bahwa kita dahulu adalah seorang yang pecundang, seorang yang gagal total, namun Allah menerima kita dengan utuh di dalam Kristus Yesus. 

Tanda kedua kita sungguh-sungguh mengalami perjumpaan pribadi dengan Allah adalah kita lebih takut menjadi sukses dalam area-area hidup yang tidak penting daripada gagal melakukan hal yang paling penting dalam hidup. Yaitu melayani Raja di atas segala raja.

Kita tidak akan pernah takut lagi dilupakan dan ditolak orang karena Yesus Kristus. Di atas salib, untuk seketika Ia dilupakan dan ditolak oleh Allah Bapa-Nya (“Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”) agar kita tidak pernah dilupakan dan ditolak Allah, terlepas betapa durhaka respon kita dahulu terhadap-Nya. Karena Kristus Yesus, Allah dapat berkata kepada kita, “Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu” (Yesaya 46:4).